Aplikasi Biosekuriti Dalam Industri Peternakan
Jual Aneka culture Mikroba
087731375234
Tujuan utama dari penerapan
biosekuriti adalah; meminimalkan keberadaan penyebab penyakit, meminimalkan
kesempatan agen berhubungan dengan induk semangmembuat tingkat kontaminasi
lingkungan oleh agen penyakit seminimal mungkin ( Zainuddin dan Wibawan,
2007).Menurut Dirjen Peternakan (2005) tujuan dari biosekuriti adalah mencegah
semua kemungkinan penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit.
Penerapan biosekuriti pada seluruh sektor peternakan, baik di industri
perunggasan atau peternakan lainnya akan mengurangi risiko penyebaran
mikroorganisme penyebab penyakit yang mengancam sektor tersebut. Meskipun
biosekuriti bukan satu – satunya upaya pencegahan terhadap serangan penyakit,
namun biosekuriti merupakan garis pertahanan pertama terhadap penyakit
(Cardona, 2005). Biosekuriti sangat penting untuk mengendalikan dan mencegah
berbagai penyakit yang mematikan. Biosekuriti dapat digambarkan sebagai satu
set program kerja dan prosedur yang akan mencegah atau membatasi hidup dan
menyebarkanhamadan jasad renik berbahaya diberbagai tempat seperti peternakan
tempat penampungan hewan dan rumah potong hewan.
Program biosekuriti meliputi
pengendalian pergerakan hewan, peralatan, orang – orang dan sarana pengangkutan
dari luar dan ke farm yang satu ke farm yang lain. Pemisahan jenis unggas,
burung liar, binatang pengerat dan binatang
yang diasingkan secara geografis untuk memperkecil penyebaran penyakit.
Vaksinasi untuk meningkatkan sistem imunitas.Pemeriksaan prosedur untuk
mengurangi infeksi /peradangan jasad renik berbahaya dan pengobatan untuk
mencegah atau perlakuan hasil bakteri atau protozoa penyakit.Pengendalian
serangga yang dapat menyebabkan penyakit.Penerapan disinfeksi dan prosedur yang
higienis untuk mengurangi tingkat infeksi membasmi mikroorganisme berbahaya dan
pengobatan untuk mencegah dan mengobati penyakit bakteri dan protozoa (Grimes
danJackson, 2001). Biosekuriti pada peternakan dapat dilakukan dengan; lokasi
peternakan berpagar dengan satu pintu masuk, rumah tempat tinggal, kandang
unggas serta kandang hewan lainnya ditata pada lokasi terpisah, pembatasan
secara ketat terhadap keluar masuk material (hewan/unggas, produk unggas,
pakan, kotoran unggas, alas kandang, litter, rak telur) yang dapat membawa agen
penyakit, pembatasan secara ketat keluar masuk orang/tamu/pekerja dan kendaraan
dari atau ke lokasi peternakan, setiap orang yang masuk atau keluar peternakan
harus mencuci tangan dengan sabun atau desinfektan, mencegah keluar masuknya
tikus (rodensia), serangga atau unggas lain seperti burung liar yang dapat
berperan sebagai vektor penyakit ke lokasi peternakan, unggas dipisahkan berdasarkan spesiesnya, kandang, tempat pakan/minum, sisa alas
kandang/litter dan kotoran kandang dibersihkan secar teratur, tidak membawa unggas sakit atau bangkai unggas
keluar dari area peternakan, unggas yang mati harus dibakar atau dikubur, kotoran
unggas diolah terlebih dahulu sebelum keluar dari area peternakan, air kotor hasil sisa pencucian langsung
dialirkan keluar kandang secara terpisah melalui saluran limbah ke tempat
penampungan limbah (septik tank) sehingga tidak tergenang di sekitar kandang
atau jalan masuk kandang.
Menurut Jeffrey (1997), penerapan
biosekuriti pada peternakan petelur dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu (1)
isolasi, (2) pengendalian lalu lintas, dan (3) sanitasi.
1. Isolasi
Isolasi mengandung pengertian
penempatan atau pemeliharaan hewan di dalam lingkungan yang terkendali.
Pengandangan atau pemagaran kandang akan menjaga dan melindungi unggas serta
menjaga masuknya hewan lain ke dalam kandang. Isolasi ini diterapkan juga
dengan memisahkan ayam berdasarkan kelompok umur.Selanjutnya, penerapan
manajemen all-in/all-out pada peternakan besar mempraktekan depopulasi secara
berkesinambungan, serta memberi kesempatan pelaksanaan pembersihan dan
disinfeksi seluruh kandang dan peralatan untuk memutus siklus penyakit (Jeffrey
1997).
2. Pengendalian lalu lintas
Pengendalian lalu lintas ini
diterapkan terhadap lalu lintas ke peternakan dan lalu lintas di dalam
peternakan.Pengendalian lalu lintas ini diterapkan pada manusia, peralatan,
barang, dan bahan. Pengendalian ini data berupa penyediaan fasilitas kolam
dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan , penyemprotan
desinfektan terhadap peralatan dan kandang, sopir, penjual, dan petugas lainnya
dengan mengganti pakaian ganti dengan yang pakaian khusus. Pemerikasaan
kesehatan hewan yang datang serta adanya Surat Keterangan Kesehatan Hewan
(SKKH). (Jeffrey 1997).
3. Sanitasi
Sanitasi ini meliputi praktek
disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan, serta
kebersihan pegawai di peternakan (Jeffrey 1997).Sanitasi meliputi pembersihan
dan disinfeksi secara teratur terhadap bahan – bahan dan peralatan yang masuk
ke dalam peternakan. Pengertian disinfeksi adalah upaya yang dilakukan untuk
membebaskan media pembawa dari mikroorganisme secara fisik atau kimia, antara
lain seperti pembersihan disinfektan, alkohol, NaOH, dan lain-lain (Anonymous,
2000).
Sanitasi peternakan meliputi
kebersihan sampah, feses dan air yang digunakan.Air yang digunakan untuk
konsumsi dan kebutuhan lainnya harus memenuhi persyaratan air bersih (Depkes,
2001). Jika digunakan air tanah atau dari .Salah satu perlakuan air yang umum
dilakukan adalah dengan menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air
tersebut memenuhi syarat air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium secara berkala, minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk
mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air. Air merupakan media
pembersih selama proses sanitasi serta merupakan bahanbakupada proses
pengolahan pangan (Depkes, 2001). Air juga dapat sebagai sumber pencemar. Jika
air tercemar, perlu dicari alternatif sumber air lain atau air tersebut harus
diolah dengan metode kimia atau metode lainnya. Sumber pencemar lain adalah
udara di sekitarnya (Marriott, 1999).
Pangan dapat tercemar oleh
mikroorganisme pada udara selama proses, pengemasan, penyimpanan dan penyiapan.
Cara yang efektif untuk mengurangi pencemaran mikroorganisme dari udara antara
lain praktek higiene, penyaringan udara yang masuk ke ruang proses, dan
penerapan metode pengemasan yang baik (Marriott, 1999).
Intensitas pengambilan sampah dan
limbah peternakan (kotoran ayam) dilakukan pada periode tertentu secara
teratur, karena dapat mengundang lalat atau insekta lain serta tumpukan sampah
dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan (Jeffrey, 1997).
Praktek Disinfeksi
Menurut Gernat (2004), disinfeksi
merupakan hal yang sangat penting menjaga biosekuriti di area peternakan.
Disinfeksi pada peternakan ditunjang adanya fasilitas disinfektan, seperti
kolam dipping dan spraying. Kolam dipping digunakan untuk merendam sepatu bot
ataupun roda kendaraan yang akan masuk ke dalam peternakan. Tempat spraying
digunakan untuk mendisinfeksi tubuh dari orang yang akan masuk ke dalam wilayah
peternakan.Semua peralatan yang berasal dari luar peternakan hendaknya diisolasikan
terlebih dahulu dalam ruangan yang tertutup sempurna selama dua hari.Dalam
ruangan ini, benda-benda tersebut difumigasi.Setelah dilakukan fumigasi,
kemudian diuji terhadap kontaminan oleh seorang staf ahli (EF, 2003).
Penggunaan disinfektan harus
memperhatikan kandungan disinfektan tersebut sehingga disinfektan tidak salah
penggunaannya dan sesuai dengan syarat disinfektan yang baik, yaitu aman,
efektif dan efisien (Smith, 2001).Klasifikasi disinfektan dan disinfektan yang
sering digunakan.
Biosekuriti Sumber Ayam
Ayam hidup yang akan masuk ke dalam
peternakan berpotensi membawa agen penyakit. Oleh sebab itu, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan terhadap sumber ayam yang akan masuk ke dalam wilayah
peternakan, yaitu: 1) Ayam yang datang berasal dari peternakan atau peternakan
bibit yang bebas penyakit. Ayam yang boleh masuk ke area kandang adalah yang
telah diperiksa oleh dokter hewan dan hasilnya harus negatif dari keberadaan
agenagen patogen dalam unggas tersebut (Shulaw dan Bowman 2001), 2) Ayam yang
datang harus disertai Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang dikeluarkan
oleh Dinas yang membawahi Kesehatan Hewan dan ditandatangani oleh dokter hewan
yang terkait (Anonymous 1977), 3) Ayam yang akan masuk ke area peternakan
diisolasi terlebih dahulu dalam ruang tertutup sempurna agar tidak ada
agen-agen penyakit yang dapat keluar atau masuk ke area isolasi (Shulaw dan
Bowman 2001).
Biosekuriti terhadap Hewan Penggangu
Beberapa hewan yang potensial
sebagai hewan penganggu adalah unggas/burung liar, tikus, dan insekta (Hanson
2002). Hal yang harus diperhatikan oleh pemilik ataupun pekerja peternakan (EF
2003), yaitu: 1) Tidak diperbolehkan mempunyai/merawat unggas lain, babi, dan
segala hewan yang bisa menimbulkan risiko penyakit atau bahaya terhadap ayam
(tikus dan unggas liar merupakan vektor yang potensial), 2) Melakukan
pencegahan khusus setelah kontak dengan hewan lain sebelum masuk atau kontak
dengan unggas. Pada penerapan sistem hazard analysis critical control point
(HACCP) di peternakan ayam, salah satu titik kendali kritis (critical control
point/CCP) adalah adanya pemantauan harian terhadap burung liar dan rodensia di
sekitar area kandang ayam. Dalam program dan prosedur biosekuriti dilakukan
pemisahan unggas terhadap jenis unggas lain, spesies bukan unggas, termasuk
burung liar, rodensia, dan hewan-hewan lainnya (Grimes 2001). Menurut Kuney
(1999), pakan bisa menjadi sumber datangnya bangsa rodensia dan unggas liar.
Oleh karena itu, tikus dan unggas liar dicegah agar tidak menjangkau pakan.
Pada dasarnya tidak semua yang
disebutkan tadi berbahaya karena juga tergantung spesies hewan tersebut,
penyakit yang dibawanya, dan resistensi ayam ternak terhadap penyakit yang
dibawa hewan-hewan liar tersebut.Namun, karena ketidakmungkinan setiap hewan
yang masuk diperiksa satu per satu, lebih baik dicegah sedini mungkin agar
hewan-hewan tersebut tidak memasuki wilayahpeternakan (Soeroso, komunikasi
pribadi, 14 Juli 2007).Jadi, sebisa mungkin meminimalisasi paparan
mikroorganisme berbahaya terhadap ayam (Kuney 1999).
Biosekuriti Peti Telur
Peti telur yang berasal dari luar
peternakan sangat tidak boleh masuk ke dalam area peternakan.Hal ini bertujuan
untuk mencegah agen-agen pathogen ataupun yang berbahaya mengkontaminasi area
dalam peternakan. Peti telur bekas yang terbuat dari kayu dapat membawa mikroba
dari peternakan lain sehingga mampu menulari ayam yang berada dalam peternakan.
Bahan kayu sangat sukar untuk didisinfeksi dan sebaiknya tidak digunakan untuk
peralatan dalam peternakan, termasuk peti telur (Marriott 1999).
Biosekuriti Tamu dan Pekerja Peternakan
Penerapan biosekuriti dalam
pengawasan lalu lintas manusia (EF 2003) meliputi: 1) karyawan atau orang yang
terlibat di bisnis peternakan pembibitan ayam tidak diperbolehkan memelihara
burung atau ayam di rumahnya. Begitu pula untuk peternakan komersial, 2) Orang
yang akan masuk kedalam peternakan, sebelumnya tidak mengunjungi peternakan
pada tingkat di bawahnya (peternakan komersial, processing dan lain-lain) yang
status higienenya tidak diketahui, minimum dua hari setelah kunjungan tersebut,
3) tamu sebaiknya tidak mengunjungi peternakan bibit tetua (grand parent),
kecuali profesional (ahli) yang berhubungan dengan peternakan bibit tetua
(grand parent) tersebut.Aspek sanitasi ini berkaitan erat dengan penerapan
higiene. Yang harus diperhatikan adalah menjaga agar jangan ada kontaminan yang
masih menempel pada tubuh sehingga dapat menulari ayam di kandang.Hal ini dapat
diterapkan dengan mencuci tangan, mengganti baju yang kotor, melakukan dipping
sepatu bot dan spraying seluruh anggota badan (Stanton, 2004).
Orang yang memasuki lokasi
peternakan diharuskan mengikuti persyaratan sanitasi peternakan, yaitu
disinfeksi dengan spray, mandi, mengganti baju, dan alas kaki khusus.Hal ini
berlaku juga untuk sanitasi bagi barang (disinfeksi dengan cairan disinfektan).
Biosekuriti Ayam Sakit/Mati
Ayam yang sakit/mati dapat menjadi
sumber penyakit berbahaya bagi ayam sehat yang berdekatan.Oleh karena itu, ayam
yang sakit/mati harus segera dikeluarkan dan dipisahkan sejauh mungkin dari
kandang ayam sehat sehingga tidak menulari ayam yang sehat.Ayam yang sakit/mati
segera diisolasikan dan didiagnosa di laboratorium oleh dokter hewan peternakan
untuk segera diketahui penyakitnya.Setelah itu, ayam tersebut harus segera
dibakar di krematorium (Hanson 2002).
Higiene Peternakan Telur
Higiene adalah segala upaya yang
berhubungan dengan masalah kesehatan serta berbagai usaha untuk mempertahankan
atau untuk memperbaiki kesehatan.Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan
(Anonymous 2004).Pengertian higiene pangan adalah semua kondisi dan tindakan
untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai
makanan (CAC 1997).Keamanan pangan (food safety) adalah jaminan agar bahan
makanan tidak membahayakan konsumen pada saat disiapkan dan/atau dimakan
menurut kebutuhannya (CAC 1997). Sedangkan, menurut pemerintah, keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia (Anonymous 1996). Kelayakan Pangan (food
suitability) adalah jaminan agar bahan makanan dapat diterima untuk konsumsi
manusia menurut kebutuhannya (CAC 1997).Dalam suatu peternakan, praktek higiene
yang baik wajib diterapkan pada penanganan telur, karena telur termasuk pangan
yang berpotensi membawa agenagen patogen (misalnya Salmonella Enteritidis) dan
termasuk pangan yang mudah rusak (PCFS 1999).
Biosekuriti Bangunan
Bangunan yang didirikan dalam
suatu area peternakan hendaknya menggunakan bahan-bahan yang mudah dibersihkan
dan didisinfeksi, serta tahan terhadap tumbuhnya kapang (Marriott 1999).Begitu
juga untuk disain bangunan dalam suatu peternakan, harus memperhatikan kegunaan
dari bangunan tersebut (Hanson 2002).Gudang pakan harus memperhatikan suhu dan
kelembaban, serta aliran udara yang baik, sehingga menghindari tumbuhnya
kapang.Jika untuk gudang telur, diperhatikan kelembabannya tidak lebih dari 80%
dengan suhu 12- 15°C (Sudaryani 1996).
Biosekuriti Fasilitas
Fasilitas yang direncanakan
secara baik dengan tataletak (layout) tepat sangat penting untuk kelancaran
operasional di unit usaha pangan.Tataletak, disain, dan fasilitas secara
langsung mempengaruhi (1) keselamatan dan produktivitas pekerja, (2) biaya
pekerja dan energi, (3) kepuasan pelanggan.Semakin baik fasilitas unit usaha
direncanakan, maka semakin mudah pencapaian keamanan pangan dan perolehan
keuntungan (McSwane et al. 2000).Fasilitas dalam area peternakan harus
menunjang penerapan higiene di peternakan tersebut.Area kandang sebaiknya
ditanami rumput dengan kualitas bagus. Rumput ini berguna untuk mengurangi
panas dengan cara memantulkan panas yang dapat timbul ketika udara sangat panas
di area kandang. Kegunaan lainnya adalah mencegah erosi langsung tanah di area
tersebut yang bisa menyebabkan kerusakan kandang/bangunan (Berry
2003).Pepohonan sebaiknya tidak terlalu banyak di area kandang karena dapat
mengganggu sirkulasi udara area kandang.Untuk fasilitas listrik, diatur agar
intensitas cahaya cukup di area kandang dan gudang pakan/telur (Berry 2003).
Biosekuriti Peralatan
Setiap pekerja atau orang di unit
usaha pangan bertanggung jawab menjaga segala sesuatu tetap bersih dan
saniter.Pembersihan peralatan yang efektif mengurangi peluang terjadinya
kontaminasi selama penyiapan, penyimpanan, dan penyajian.Pembersihan berarti
penghilangan kotoran-kotoran yang kasat mata (visible) dari permukaan peralatan
dan bahan.Saniter berarti sehat atau higienis.Hal ini mencakup pengurangan
sejumlah mikroorganisme patogen pada permukaan peralatan dan bahan sampai
tingkat aman bagi kesehatan.Sesuatu yang saniter tidak memiliki risiko bagi
kesehatan manusia (McSwane et al. 2000).Peralatan yang terdapat di dalam area
peternakan dianjurkan menggunakan bahan yang mudah untuk dibersihkan dan didisinfeksi.Hindarkan
peralatan dengan menggunakan bahan kayu karena bahan ini sukar untuk
didisinfeksi.Bahan yang dianjurkan adalah yang menggunakan plastik atau
stainless steel karena kedua bahan ini mudah dibersihkan dan tidak cepat rusak
(Marriott 1999).
Higiene Personal
Menurut Marriott (1999), kata
higiene digunakan untuk menggambarkan penerapan prinsip-prinsip kebersihan
untuk perlindungan kesehatan manusia. Higiene personal mengacu kepada
kebersihan tubuh perseorangan.Manusia merupakan sumber potensial mikroorganisme
yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.Pegawai dapat memindahkan
mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit.Kenyataannya, manusia merupakan
sumber utama pencemaran pangan.Tangan, nafas, rambut, dan keringat dapat mencemari
pangan.Pemindahan mikroorganisme fekal manusia dan hewan melalui karyawan
merupakan sumber potensial mikroorganisme patogen yang dapat masuk ke dalam
rantai pangan.Karyawan yang sakit tidak diperkenankan kontak dengan pangan,
peralatan, dan fasilitas.
Penyakit manusia yang dapat
ditularkan melalui pangan adalah penyakit saluran nafas seperti demam, radang
tenggorok, pneumonia, scarlet fever, dan tuberkulosis; gangguan pencernaan;
disentri; demam tifoid; serta hepatitis infeksius. Pada beberapa penyakit, mikroorganisme
penyebab penyakit masih dapat bertahan/tinggal pada penderita setelah
sembuh.Orang dengan kondisi demikian disebut carrier.Karyawan yang sakit
berpotensi sebagai sumber pencemar.Staphylococcus biasanya terdapat di sekitar
bisul, jerawat, karbunkel, luka yang terinfeksi, serta mata dan telinga.Infeksi
pada sinus, radang tenggorok, batuk terus-menerus, serta gejala penyakit dan
demam merupakan gambaran bahwa mikroorganisme meningkat.Prinsip tersebut perlu
diterapkan pada saluran pencernaan seperti diare.Bahkan setelah sembuh,
mikroorganisme masih dapat berada dalam tubuh yang merupakan sumber pencemaran,
contohnya Salmonellae dapat bertahan beberapa bulan setelah penderita
sembuh.Virus hepatitis masih dapat dijumpai pada saluran pencernaan sampai
lebih darilima tahun setelah gejala penyakit. Di bawah ini akan dibahas
beberapa bagian tubuh manusia yang merupakan sumber pencemaran mikroorganisme.
Biosekuriti Higiene Penanganan Telur
Menurut PCFS (1999), sebaiknya saat
pengumpulan telur di kandang, telur yang utuh dan baik dikumpulkan dengan
menggunakan baki telur plastik (egg tray) yang dipisahkan dengan telur yang
retak/kotor. Hal ini dilakukan untuk mencegah telur yang baik terkontaminasi
agen patogen yang mungkin terdapat pada telur kotor/retak. Perlakuan yang dapat
diterapkan terhadap telur yang kotor adalah dengan cara dilap, tanpa dicuci
terlebih dahulu. Pada gudang penyimpanan telur, telur disimpan pada egg tray terbuat
dari plastik yang telah dibersihkan dan didisinfeksi, atau jika tidak ada,
telur dapat diletakkan di dalam peti kayu baru dengan sekam yang telah
didisinfeksi, terpisah dengan telur yang retak/rusak. Telur yang retak harus
segera digunakan.Baki telur diletakkan di atas palet plastik setinggi minimum
15 cm dari permukaan lantai dan berjarak minimum 15 cm dari dinding. Menurut
McSwane et al.(2000) penyimpanan pangan pada area gudang kering pada permukaan
datar yang berjarak minimum 6 inch (15.24 cm) dari permukaan lantai dan
dinding. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pembersihan lantai dan dinding,
mencegah seranganhama, serta memberikan sirkulasi udara yang baik terhadap
produk.
Sanitasi Peternakan Petelur
Sanitasi berasal dari kata latin sanitas
yang berarti sehat. Sanitasi adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan
berkembangbiaknya mikroba pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman,
peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan asal hewan dan membahayakan
kesehatan manusia (Marriott 1999).Sanitasi berkaitan erat dengan
disinfeksi.Sanitasi yang diterapkan pada peternakan unggas meliputi praktek
disinfeksi bahan, manusia, dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan, serta
kebersihan pegawai di peternakan (Jeffrey 1997).
Pengertian disinfeksi adalah
upaya yang dilakukan untuk membebaskan media pembawa dari mikroorganisme secara
fisik atau kimia, antara lain seperti pemberian disinfektan, alkohol, NaOH, dan
lain-lain (Anonymous 2000). Sanitasi peternakan meliputi kebersihan sampah, feses,
dan air yang digunakan.Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya
harus memenuhi persyaratan air bersih (Depkes 2001). Jika digunakan air tanah
atau dari sumber lain, maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan air bersih.
Salah satu perlakuan air yang
umum dilakukan adalah dengan menambahkan klorin 2 ppm. Untuk menjamin bahwa air
tersebut memenuhi syarat air bersih, maka perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium secara berkala, minimum 1 tahun sekali. Klorin berguna untuk
mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air.air merupakan media
pembersih selama proses sanitasi serta merupakan bahanbakupada proses
pengolahan pangan (Depkes 2001). Air juga dapat sebagai sumber pencemar. Jika
air tercemar, perlu dicari alternatif sumber air lain atau air tersebut harus
diolah dengan metode kimia atau metode lainnya. Sumber pencemar lain adalah
udara di sekitarnya (Marriott 1999).
Pangan dapat tercemar oleh
mikroorganisme pada udara selama proses, pengemasan, penyimpanan, dan
penyiapan. Cara yang efektif untuk mengurangi pencemaran mikroorganisme dari
udara antara lain praktek higiene, penyaringan udara yang masuk ke ruang
proses, dan penerapan metode pengemasan yang baik (Marriott 1999). Intensitas
pengambilan sampah dan limbah peternakan (kotoran ayam) dilakukan pada periode
tertentu secara teratur, karena dapat mengundang lalat atau insekta lain serta
tumpukan sampah dapat menjadi sumber pencemaran di peternakan (Jeffrey 1997).
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1967. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan
Hewan.Bab I Pasal 8.
Anonymous. 1977. Peraturan
Pemerintah RI Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan, dan
Pengobatan Penyakit Hewan. Bab II Pasal 3.
Anonymous. 2000. Katalog
Produk.Jakarta: Agro makmur Sentosa.
Anonymous. 2007. Poultry health
and disease. [terhubung berkala].
http://www.thepoultrysite.com. [5 Juni 2011]
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2001. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi Pengusaha Makanan dan Minuman
Jakarta: Yayasan Pesan.
[Depkes] Departemen Kesehatan
RepublikIndonesia. 2001. Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan bagi
Pengusaha Makanan dan Minuman.Jakarta: Yayasan Pesan.
Direktorat Jenderal Peternakan.
2005. Bagaimana Terhindar dari Flu Burung (Avian Influenza).Jakarta.
[Dit Kesmavet] Direktorat Kesehatan Masyarakat
Veteriner. 2006. Buku Pedoman Nomor
Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan. Jakarta: Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Direktorat
Jenderal Peternakan, Departemen
Pertanian.
[EF] Euribrid Farm. 2003.
Biosecurity Requirements for Poultry-Farms. Boxmeer: Euribrid.
Gernat A. 2000. Poultry farm
biosecurity field manual. Cooperative Extension AG(651). [terhubung berkala].
http://www.ncsu.edu.html [5 Juni 2011].
Grimes T. 2001. Biosecurity in
egg industry.Rural Industries Research and
Development Corporation 1(102). [terhubung berkala].
http://www.rirdc.gov.au. [5 Juni 2011].
Jeffrey JS. 1997. Biosecurity for
poultry flocks. Poultry fact sheet 1(26). [terhubung berkala]. http://www.vmtrc.ucdavis.edu.html
[5 Juni 2011].
Kay RD, Edwards WM. 1994. Farm
Management.Singapore: McGraw-Hill.
Kuney DR.1999. Guidelines for
risk reduction of microbial introduction intopoultry flocks and products.Poultry fact sheet
11a. [terhubung berkala].
http://animalscience.ucdavis.edu/extension/avian. [5 Juni 2011].
Marriott NG. 1999. Principles of
Food Sanitation. 4th Ed.Gaithersburg,Maryland:
Aspen.
McGuire D, Scheideler SE. 2005.
Biosecurity and the poultry flock. Nebfacts NF597. [terhubung berkala].
http://www.usda.gov/extension/poultry. [5 Juni 2011].
McSwane D, Rue N, Linton R. 2000.
Essentials of Food Safety and Sanitation.2nd Ed. UpperSaddleRiver: Prantice Hall.
Payne JB, Kroger EC, Watkins SE.
2002.Evaluation of litter treatments on Salmonella recovery from poultry litter. J.
Appl. Poult. Res. 11: 239-243.
Stanton, N. 2004.Biosecurity
trifold.Maryland Department of Agriculture News 1(1).
http://www.aphis.usda.gov/vs.html. [5 Juni 2011].
Komentar
Posting Komentar