Inokulasi Tanaman Gaharu Dengan Fusarium solani
Jual Fusarium solani serbuk - Inokulan Gaharu
087731375234
GAHARU adalah merupakan komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi. Hampir semua bagian pohon penghasil gaharu ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk. Beberapa tanaman penghasil gaharu antara lain adalah ; Aquilaria apiculina, Aquilaria baillonii, Aquilaria baneonsis, Aquilaria beccarain, Aquilaria brachyantha, Aquilaria crassna Aquilaria cumingiana, Aquilaria filaria, Aquilaria grandiflora, Aquilaria hilata, Aquilaria khasiana, Aquilaria malaccensis, Aquilaria microcarpa, Aquilaria rostrata, Aquilaria sinensis, Aquilaria subintegra. Proses pembentukan gaharu pada tanaman penghasil gaharu dapat terjadi secara alami atau melalui proses penyuntikan inokulan penginveksi yang disunttikan ke dalam batang tanaman yang dibor terlebih dahalu.
Kayu gaharu yang terinfeksi atau disebut gubal mempunyai nilai jual yang sangat tinggi, sementara gubal gaharu kualitas rendah pun masih memiliki nilai jual yang menarik. Daun gaharu dapat dimanfaatkan untuk pembuatan teh gaharu.Turunan produk gaharu pun semakin hari semakin meningkat variasinya, menempatkan pohon gaharu sebagai pohon industri. Manfaat gaharu diantaranya adalah pewangi rungan, bahan baku industri parfum ekslusif, bahan baku industri kosmetika, bahan baku untuk bahan obat (kanker, asmatik, perangsang, dll), bahan HIO (untuk ritual agama hindu, budha dan Kong Hu Chu), bahan Kohdoh (jepang), serta daunnya dimanfaatkan untuk teh hijau (agarwood tea).
MEMPERCEPAT PRODUKSI GAHARU DENGAN TEKNOLOGI INOKULASI
Gaharu merupakan komoditi elit hasil hutan bukan kayu yang saat ini banyak diminati oleh konsumen baik dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan gaharu sangat bervariasi dari bahan baku pembuatan dupa, parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, hingga bahan obat-obatan sebagai anti asmatik, anti mikrobia, stimulan kerja syaraf, dan pencernaan. Akibat dari pola pemanenan dan perdagangan yang masih mengandalkan alam, beberapa jenis tertentu pohon penghasil gaharu mulai langka dan telah masuk dalam appendix II CITES.Mengantisipasi kemungkinan pubahnya pohon penghasil gaharu jenis-jenis langka sekaligus pemanfaatannya secara lestari.Badan Litbang Kehutanan melakukan upaya konservasi dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi atau inokulasi.
Serangkaian penelitian yang dilakukan Badan Litbang Kehutanan saat ini telah menghasilkan teknik budidaya pohon penghasil gaharu dengan baik, mulai dari perbenihan, persemaian, penanaman, hingga pemeliharaannya.Sejumlah isolat jamur pembentuk gaharu hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia telah teridentifikasi berdasar ciri morfologis.Penelitian yang dilakukan juga telah menghasilkan empat isolat jamur pembentuk gaharu yang telah teruji dan mampu membentuk infeksi gaharu dengan cepat.Inokulasi menggunakan isolat jamur tersebut telah menunjukkan tanda-tanda keberhasilan hanya dalam waktu satu bulan.Ujicoba telah dilakukan di Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Jawa Barat (Sukabumi dan Darmaga), dan Banten (Carita).
Secara teknis, garis besar tahapan rekayasa produksi gaharu dimulai dengan isolasi jamur pembentuk yang diambil dari pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh pohon yang dibudidayakan. Isolat tersebut kemudian diidentifikasi berdasar taksonomi dan morfologi lalu dilakukan proses skrining untuk memastikan bahwa jamur yang memberikan respon pembentukan gaharu sesuai dengan jenis pohon penghasil gaharu agar memberikan hasil optimal. Tahap selanjutnya adalah perbanyakan jamur pembentuk gaharu tadi, kemudian induksi, dan terakhir pemanenan.Untuk saat ini, produksi gaharu buatan yang dipanen pada umur 1 tahun berada pada kelas kemedangan dengan harga jual US$ 100 per kilogram.
Kriteria Kualitas Gaharu
Di pasaran dalam negeri, kualitas gaharu dikelompokkan menjadi 6 kelas mutu, yaitu Super (Super King, Super, Super AB), Tanggung, Kacangan (Kacangan A, B, dan C), Teri (Teri A, B, C, Teri Kulit A, B), Kemedangan (A, B, C) dan Suloan.Klasifikasi mutu tersebut berbeda dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang membagi mutu gaharu menjadi 3 yaitu Klas Gubal, Kemedangan, dan Klas Abu.Perbedaan klasifikasi tersebut sering merugikan pencari gaharu karena tidak didasari dengan kriteria yang jelas.
Komentar
Posting Komentar